20
Juni 2013 20:40
Malam
sungguh sunyi menunggu angkot yang akhirnya muncul disaatku mulai putus asa. Di
angkot, aku bertemu pemuda yang ternyata adalah seorang ayah muda yang memiliki
balita. Ayah yang unik ini mengingatkan aku pada masa ospekku.
Dia
mematikan rokok yang mulai setengah habis. Dia menyuruh anaknya memegang puntung
rokok itu. Kagetnya aku saat dia mengajarkan anaknya untuk mengisap punting rokok
tersebut. Namun, si kecil dengan bijak mematahkan puntung rokok sehingga
ayahnya menjadi kesal. Ayah itu memberikan tampilan yang berbeda pada anaknya. Like
father, like son. Dia memakaikan anaknya jaket kulit dan jeans dengan rambut
mohak. Sungguh ayah yang unik dengan didikan yang tak kumengerti baik atau tidaknya untuk si balita kelak.
Dia
seperti menantang anaknya apakah dia bisa memarahi supir angkot agar tidak
mengebut dengan kalimat ‘berani gak?’ dan memukuli wajah pamannya dengan kata
yang sama ‘berani gak?’ ‘kalo gak berani kuapain kau??’ lanjutnya. Si anak hanya
diam.
Kemarin
pun demikian dengan energy yang tersisa sehabis kuliah, kami berkumpul seperti
biasa di suatu kelas hingga malam. Selalu begitu sampai kami inagurasi. Kata mereka
untuk perkenalan diri pada senior. Yah wajah polos ini mau saja.
Datanglah
seorang pria yang ku tak tau mulanya stambuk berapa dia. Tapi dia menghampiriku
dan berkata, “Kau berani mukulin orang yang mau memperkosa perempuan itu?”. Dengan
hati-hati kujawab berani. Lalu dia menantangku, apakah aku akan memukulnya bila
itu dia?
Kujawab
saja iyah. Walau debat itu pun belum selesai.
Tapi
aku harus menyudahi nostalgia yang buat aku tambah dendam nantinya. Karena aku
harus turun. Hehehehehe… :P