Rabu, 05 Februari 2014

Diundang Menjadi Pengundang

Aku ga taulah mau mulai dengan nama sebenarnya atau samaran. Karna blog ini kan tentang kehidupanku yang aku mau semuanya tau akan perjalanan hidupku ini. Tapi samaranlah yang mungkin terbaik agar aku tidak dituntut pihak yang merasa namanya disebutkan dalam kisahku kali ini.

Kamis, 30 Januari 2014.
Pukul  : 12.45 WIB

Ini kali kedua bagiku diajak seseorang yang kukenal untuk bergabung dalam sistem di perusahaan yang dia tekuni. Sebelumnya, aku pernah diajak oleh senior yang bukan di jurusanku. Dia menawarkan sebuah peluang bisnis yang didapatkan dari perusahaan A untuk aku masuk dalamnya. Aku ga tau harus apa di saat itu. Aku dikelilingi tiga orang lain yang baru dikenalkan seniorku itu  dan membuatku jadi merasa bimbang. Apakah peluang ini datangnya dari Tuhan? Karna sempat aku memohon kepada-Nya  untuk diberikan pekerjaan tapi apa iya ini? Aku harus punya modal untuk ikut. Bukan keahlian, tapi finansial. Darimana aku bisa dapat? Modal ini bukan modal yang bisa dimiliki seorang mahasiswa. Tuhan, benarkah dari-Mu? Sepanjang pertemuanku dengan mereka, aku bergumam terus. Iya atau tidak sama sekali.

Tiga hari kemudian, aku diajak ketemuan lagi di tempat yang sama yakni di trotoar dalam pusat kampusku. Kami duduk dan seorang melanjutkan lagi  cerita tentang peluang itu. Seperti tak ada peluang pula bagiku untuk berkata tidak, aku tidak bisa gabung. Pembicaraannya sudah sangatlah jauh. Sampai kiat sukses untuk daapatkan modal cepat pun dibukakan. Aku pun tenggelam terlalu dalam. Tuhan, ini benar ga sih datang dari-Mu? Kenapa hatiku ga tenang?
Sampailah aku di lembaran baru. Sms itu datang menyatakan padaku bahwa maukah aku mulai berbisnis di perusahaan A. Dan aku menjawab kalau ini bukan saatnya.
Tuhan, ampunilah aku jika ternyata aku menolak peluang yang Engkau berikan.
Selang beberapa hari…

Yah tanggal yang tertera di atas adalah tanggal pertemuanku dengan teman 9 tahunku. Dia ingin aku menemaninya ke komunitas B yang ternyata setelah sampainya aku disana, dia mengajakku untuk gabung dengan komunitasnya. Positif. Sungguh positif dengan apa yang dilakukan komunitas ini.

Aku menyimpulkan begitu karna bukan hanya dia yang menceritakan apa kegiatan yang dia lakukan bersama anggota lainnya. Tetapi, C dan D yang anggota komunitas B juga ikut mensugesti otakku untuk bergabung. Dan kamu kegiatannya apa?
Yah, tepat. Aku harus mengikuti sistem peluang bisnis di perusahaan E. Perusahaan yang namanya tak familiar di telingaku. Sama seperti perusahaan A. kali keduanya aku terjebak dalam lemah yang tak kuketahui kedalamannya.

Sehari sebelum aku bertemu teman 9 tahunku, aku bermimpi dalam tidur siangku akan kehidupanku di masa depan tentang pekerjaan dan teman hidup. Kenapa aku menceritakan ini? Karna salah seorang dari mereka yakni D bilang padaku bahwa aku datang ke tempat mereka bukan kebetulan tapi takdir. Namun, aku merasa itu bukan takdir karna aku pun bukan dalam kondisi yang sedang memohon untuk dapat pekerjaan kepada-Nya saat ini.

D tak setuju dengan pernyataanku. Dia bilang aku tak berTuhan. Karna gak da yang kebetulan di dunia ini bila aku percaya Tuhan. Saat dengar kalimat itu, aku kaget. Jadi mikir. Yang berTuhannya aku?
D tampak bersikeras untuk membuatku bergabung dengan melontarkan kalimat sukses berikut ini :

“Orang sukses mencari solusi, orang gagal mencari alasan.”

Pasti kalian setuju denganku akan kalimat di atas tapi bukan itu saja’kan kalimat sukses?? Apa aku harus berpatok pada itu agar aku sukses?? Berarti aku harus mengiyakan untuk bergabung agar sukses??
Bahkan ada kalimat begini :

“Saat tua kita kaya itu biasa, saat muda kita kaya itu luar biasa.
Saat tua kita gak kaya-kaya, mudanya ngapain?”

Memang banyak pengusaha muda. Tapi apa dengan terima uang saja dengan banyakan menggoyangkan kaki disebut pengusaha tanpa ada yang dijualnya ke publik?? Maaf kalo ada yang tersinggung.
Tapi bagiku sukses itu ketika aku bisa bahagia dengan keluargaku. Aku tidak mau jadi hamba uang. Aku suka bekerja di kantor. Aku pun ga tau kenapa. Aku merasa semangatku ada di sana.
Jadi maafkan aku Tuhan jika aku tak bisa peka akan suaraMu.
Maafkan aku, teman 9 tahunku bila aku tak sesuai dengan apa yang kau harapkan.

LIFE IS CHOICE! J